Istilah ”subyek” kita maksudkan disini, ialah yang menentukan, Yaitu terjemahan dari kata “Iman”.
Jadi Al-Quran Satu Subyek Studi ialah al-Quran ms Rasul, dengan pandangan dan sikap yang terkandung didalamnya, menentukan menjadi pandangan dan sikap yang melakukan studinya.
Kebalikannya istilah “obyek” ialah sesuatu yang menjadi sasaran pembicaraan al-Quran ms Rasul.
Dengan demikian maka, bagaimanakah posisinya yang melakukan rattil satu persiapan Iman dan Shalat satu Pembinaan Iman ?.
Dan siapakah manusia itu sebenarnya?
Al-Quran ms Rasul memberikan satu pandangan demikian :
Surat Al lnsan / dahrun ayat 1-3,
hal ataa 'alaa al-insaani hiinun mina alddahri lam yakun syay-an madzkuuraan
1. “Bukankah manusia itu telah mengalami satu masa proses kejadiannya yang bekasnya itu tidak satupun bisa di usut?!
1. Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
1. Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
innaa khalaqnaa al-insaana min nuthfatin amsyaajin nabtaliihi faja'alnaahu samii'an bashiiraan
2. “Sebenarnya Saya menciptakan manusia dari nutfah yang membelah diri yang Kami memprosesnya hingga Kami membikinnya menjadi yang berpendengaran dan berpenglihatan.
2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
2. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
innaa hadaynaahu alssabiila immaa syaakiran wa-immaa kafuuraan
3. “Sebenarnya Kami dengan satu ajaran ms Rasul Kami, mempedomaninya ( manusia ) satu tata kehidupan, hasilnya ada yang hidup merunduk dengan pilihan Nur ms Rasul dan ada yang atas pilihan dzulumat ms syayathin, bersikap negatif”.
3. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
3. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
Surat An Nahl ayat 78 :
Wallaahu akhrajakum mim buthuuni um-mahaatikum laa ta’lamuuna syai-aw wa ja’ala lakumus sam’a wal abshaara wal af-idata la’allakum tasykuruun.
“Yaitu Allah, sebagaimana halnya Dia mengeluarkan kalian dari perut Ibu kalian yang kalian itu tidak mempunyai ilmu apapun, dimana Dia bikin bagi kalian itu pendengaran, penglihatan, dan penanggapan, begitu al-Quran yang demikian Nur ms Rasul-Nya untuk mengeluarkan kalian dari dzulumat ms syayathin apapun. Semoga kalian mau merunduk dengan al-Quran ms Rasul yang demikian agung”.
78. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Surat Luqman ayat 14-15 :
Wa washshainal insaana bi waalidaihi hamalat-hu ummuhuu wahnan ‘alaa wahniw wa fishaaluhuu fii ‘aamaini anisy kur lii wa li waalidaika ilayyal ma-shiir.
14. “Dan Kami wasiatkan manusia untuk berbuat patuh, dengan satu ajaran ms Rasul Kami, terhadap kedua ibu-bapaknya, yang ibunya telah mengandungkannya dengan susah payah dan menyapihnya ( setelah menyusuinya) selama dua tahun : “Agar kalian hidup merunduk dengan satu ajaran ms RasulKu, yaitu terhadap kedua ibu bapak kalian, yakni dengan satu ajaran ms Rasul-Ku jualah perjalanan hidup itu”.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Wa in jaahadaaka ‘alaa tusyrika bii maa laisa laka bihii ‘ilmun fa laa tuthi-humaa wa shaabibhumaa fid dun-yaa ma’ruufaw wat tabi’ sabiila man anaaba ilayya tsumma ilayya marji’ukum fa unabbi-ukum bi maa kuntum ta’maluun.
15. “Tetapi jikalau keduanya memaksa kalian untuk mendualismekan ajaran ms Rasul-Ku, yang mana bagi kalian bukan satu alternatif ilmu, maka jangan ikuti keduanya, namun gaulilah keduanya dalam hidup di dunia ini menurut ketentuan yang umum berlaku, dan ikutilah tata kehidupan orang yang teguh dengan ajaran ms Rasul-Ku. Akhirnya satu ajaran ms Rasul-Ku adalah tolak ukur kehidupan kalian. Maka Saya ( Allah), dengan ajaran ms Rasul-Ku, membentangkan gagasan dan pola kehidupan kalian menurut mana kalian melakukan berbagai kegiatan”.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Surat Adz Dzaariyat ayat 56
56. “Yaitu tidaklah Kami mencipta jin dan manusia ini kecuali untuk mengabdi diri dengan satu ajaran ms Rasul-Ku kedalam satu kehidupan”.
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Surat Taghabun ayat 16 :
Fat taqullaaha mas tatha’tum wasma’uu wa athii’uu wa anfiquu khairal li anfusikum wa may yuuqa syuhha nafsihii faulaa-ika humul muflihuun.
16. “Maka hidup patuhlah kalian dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya sekuat kemampuan kalian, yaitu tanggapilah dan hidup patuhlah, yakni berkorbanlah seihsan bagi kebutuhan diri kalian. Dan siapa yang terhindar dari kekikiran dirinya maka mereka itu adalah yang hidup menang”.
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta'atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta'atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Jadi kemampuan manusia secara hakiki hanyalah menanggapi dan hidup patuh secara obyektif ilmiah dan atau “menyontek untuk menutupi kelemahan ( kaddaba ) de’fect dari “apriori” menjadi idealisme yang non ilmiah atau menyontek untuk melegalisir reflex menurut satu apriori menjadi naturalisme yang juga non ilmiah.
Demikianlah manusia yang melalukan rattil satu persiapan iman dan shalat satu pembinaan iman diminta mawas diri dan menyadari berbagai sudut nilai-nilai subyektifisme nya.
Al Qur’an meminta, seolah-olah pembaca al Qur’an yang bernilai obyektif adalah bagaikan pembeli gagasan kehidupan jannah untuk mana dia harus membayar sejumlah harga, yaitu keakuan dan hubungannya dengan segala kekayaannya membunuh dan menghidupkan kembali ke aku an dengan al-Quran ms Rasul.
Bagaikan menyembelih dan menghidupkan kembali diri dengan al Qur’an ms Rasul.
Rattil al-Qur’an satu persiapan iman adalah perbaikan yaitu perombakan kesadaran dan tanggapan dari dzulumat ms syayathin kearah Nur ms Rasul.
Yaitu kesadaran hidup “menurut ilmu Allah ialah al-Qur’an ms Rasul-Nya lagi pemasti menjadi satu kehidupan”.
Sasaran Rattil satu persiapan iman adalah kesadaran dan tanggapan yang sudah terlepas dari ilmu yang obyektif ms Rasul dan terjerumus kedalam tanggapan dzulumat ms syayathin yang mengakibatkan “hidup saling bertentangan dan baku hantam”.
Dengan menyatakan
.....................,
artinya saya berlindung dengan ajaran Allah ms Rasul-Nya dari ajaran syayathin perusak kehidupan”, berarti kita mengambil sikap melepaskan diri dari tanggapan dzulumat ms syayathin.
Dan dengan menyatakan,
..........,
artinya “Mudah-mudahan saya menjadi hidup dengan ilmu Allah, yang telah mengajar al-Qur’an ms Rasul lagi yang memberi satu kepastian hidup menurut satu pilihan masing-masing “
maka dengan penuh sadar mengerahkan segenap kemampuan memahami dan tanggapan untuk mendapatkan sudut B2 dengan jalan mengkaji sudut B1 menurut model sudut B.
“Siapa yang berusaha sepenuh hati tentang penataan hidup menurut ajaran Kami niscaya Kami, dengan al quran ms Rasul ini, akan menunjukinya”, kata Allah.
Al quran sudah dibuka. Maka muncullah dua masalah besar yang perlu dikaji seterius-seriusnya yaitu : Al-Qur’an satu bahasa dan Al-Qur’an satu ilmu.
III. 1 ). Al-Qur’an Satu Bahasa
Masalah Al-Quran satu bahasa adalah persoalan yang oleh surat yusuf ayat 2, surat Ra’ad ayat 37, surat Thaha ayat 113, surat syu’arsa ayat 7, surat Zukhruf ayat 2 dan surat Ahqaf ayat 12, menyatakan: “ quraanan arabiyyan atau lisanan arabbiyyan, dan bilisaani qaumihi.”
Setiap pelajaran nahu-Sharaf, Tata bahasa arab, tentu hafal luar kepala dengan rumusan : “ya nisbah” (double huruf ya pada akhir satu perkataan) ialah membangsakan/merumpunkan dua sesuatu menjadi serumpun/sekelompok tetapi keduanya tidak sama.
Dengan demikian maka ‘qur-aanan ‘arabiyyan” atau “lisaanan”arabiyyan sama dengan “bilisaani qaumihi”, menjadi berarti “bahasa al-Qur’an adalah satu bahasa tersendiri dan bahasa arab juga satu bahasa tersendiri pula, tetapi diantara keduanya dijalin oleh satu ikatan keluarga atau rumpun pada satu titik tertentu.
Masalah ”bilisaani qaumihi” menggambarkan bahasa kaum nabi-nabi, khusus disini ialah kaum nabi Muhammad SAW, ialah satu bahasa ciptaan Allah untuk mengajarkan ilmu-Nya, dimulai kepada nabi Adam seterusnya pusaka mempusakai kepada keturunannya yang menjadi kaum masing-masing nabi selanjutnya, hingga nabi Ibrahim dan nabi Ismail mewariskan lagi kepada turunannya yaitu suku Quraisy sebagai indo babilon( Indo Samite ) sampai dengan nabi Muhammad dengan mana maka Allah menurunkan al-Qur’an dengan penegasan “bilisaani qaumihi”.
Adapun bahasa Arab, berpangkal kepada sisa peninggalan ‘Ad dan Tsamud hasil perubahan dialek dari warisan nabi Saleh dan nabi Hud, yang berpangkal kepada nabi Nuh, berkesudahan menjadi bahasa arab hamir atau himsyar , yang sisanya di Indonesia sekarang ini dapat kita lihat masih hidup dalam kalangan arab di tanah abang dan krukut
Adapun kenyataan, hasil pertumbukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dengan arab, mengakibatkan penaklukan arab sehingga lambat laun lebih - 2 penaklukan alam pikiran oleh al-Qur’an ms Rasul seumumnya sehingga hampir-hampir seantero Arab mengambil bahasa Quraisy / bahasa al-Qur’an menjadi bahasa mereka, tapi yang demikian bukanlah alasan yang jujur untuk mencap “al-Qur’an bahasa Arab” atau “bahasa kaum nabi Muhammad adalah bahasa Arab”, seperti terlihat dalam kalangan para ahli tafsir di Indonesia.
Anggapan yang demikian hanyalah agensis atau berpedoman kepada buku arab yang dipandang top, antara lain seperti “At Thabary” karya Ali Ja’far Muhammad Ibn Jarir At Tabari, tafsir “Al Manar” karya Moh. Abduh. Begitulah di dunia islam umumnya mereka mengikutinya tanggapan yang berlaku di dunia arab bahwa al Qur’an bahasa arab.
Begitu pula pandangan yang berlaku di dunia luar islam pada umumnya mereka mengikuti para orientalis antara lain Philip K. Hitty dalam bukunya “History of the Arab” yang menganggap bahwa bahasa al-Qur’an adalah bahasa arab” yang menganggap bahwa bahasa al-Qur’an adalah bahasa arab dan menjadi salah satu cabang yang termasuk rumpun Indo Semite.
Didalam satu hadis nabi Muhammad SAW menegaskan hubungan bahasa Arab dan bahasa Quraisy/bahasa al-Quran, demikian :
.................................................................
Artinya : “Kecintaanku kepada arab berdasar tiga alasan, oleh karena saya pribadi serumpun / sekeluarga dengan arab, bahasa al-Qur’an serumpun / sekeluarga dengan bahasa arab dan bahasa para pendukung jannah (hasanah di dunia dan hasanah di akhirat) serumpun dengan bahasa arab”.
Istilah Qur-anan seperti kata sitir diatas, bisa dipandang menjadi masdar artinya “bacaan” = LISANAN = “Ucapan”, sehingga dapat ditarik satu definisi :
“Bahasa ialah bacaan atau ucapan untuk menyatakan bentuk kesadaran”.
Tinggi rendahnya suatu bahasa tidak ditentukan oleh banyaknya atau tidak banyaknya jumlah pemakainya, tetapi tinggi rendahnya suatu bahasa ditentukan oleh tinggi rendahnya bentuk kesadaran yaitu nilai-nilai dasar hidup yang terkandung didalamnya . seperti misalnya tingginya bahasa al quran ms rasul, oleh karena dia mengandung nilai-nilai dasar Nur dan dzulumat ms syayathin. Sebaliknya bahasa inggris, perancis, jerman, belanda, bahkan bahasa latin dan hebrew sekalipun, oleh karena nilai atau prinsip dasarnya tidak menentu Nur atau dzulumat dan atau aduk-adukan Nur dzulumat ms syayathin, maka dia itu tergolong bahasa monyet, bahasa bagong dan abdi syetan ( S. Maidah ayat 60).
Untuk mencegah salah faham, oleh karena resikonya sangat besar, maka bahasa al-Quran ms Rasul ini kita namakan bahasa al-Quran atau bahasa Nur, dan bahasa yang lain adalah satu perubahan dialek dari bahasa Nur seperti akan dijelaskan pada uraikan selanjutnya.